Monday 15 August 2011

si CACAT yang memberi si cacat

Sengaja saya membedakan tulisan 'cacat' yang pertama dengan huruf yang besar dibandingkan yang kedua karena saya ingin memberikan penghargaan bagi yang pertama dan mungkin sedikit rasa miris bagi cacat yang kedua.

Sebuah sketsa di dunia nyata tatkala seseorang yang notabene cacat tubuh namun masih mampu memberi pada seseorang yang juga cacat namun sayangnya ia justru 'menjajakan' kecacatannya demi sebuah kata 'uang'.

Bukan bermaksud menghakimi, hanya melihat realita dan sebuah harapan. Mungkin saya tidak bisa mengatakan kalau saya mengerti bagaimana rasanya menjadi orang yang cacat, saya hanya bisa berkata mengenai apa yang saya lihat dan membandingkannya. Ketika ada orang lain yang notabene sama dalam hal fisik 'cacat' namun dia justru tidak merelakan dirinya untuk menjadi si pemilik tangan di bawah (red:penerima) tapi lebih menginginkan menjadi sang pemilik tangan di atas (red: pemberi), lantas mengapa yang lain justru 'menyerah' dan hanya mampu menengadahkan tangan.

Sebenarnya konotasi 'cacat' di sini juga tidak hanya berarti cacat secara fisik, namun bisa pula saya artikan sebagai cacat psikis. Orang-orang yang secara fisik normal, namun memiliki kekurangan dalam hal sifat dan karakter. Misal orang yang sulit tersenyum, bagi saya ini merupakan salah satu jenis ke'cacat' an yang lain. Orang-orang yang sama sekali tidak mampu tersenyum namun berusaha agar mampu berbuat baik, demi mencoba membuat agar dirinya mampu tersenyum, jauh lebih baik ketimbang orang yang benar-benar tidak mampu tersenyum dan bahkan tidak berusaha berbuat bak dalam bentuk apapun.
 
Mungkin terkesan dipaksakan, tapi bagi saya orang-orang dengan kecacatan psikis jauh lebih patut dikasihani ketimbang orang-orang yang cacat secara fisik namun dia BESAR.

(mencoba menggabungkan realita dan idealisme diri)

No comments:

Post a Comment